Mutasi Part 3 (FLP Aceh)
Pindah dari satu kota ke kota lain, maka komunitasmulah keluargamu. Ketika masih kuliah, HMI komisariat FE UII lah yang menjadi keluargaku. Kenanganpun tak tergantikan. Kalau di Banda Aceh, FLP Aceh sudah menjadi bagian dalam hidupku selama hampir 4 tahun ini.
2010 lalu...
Suamiku yang senang sekali melihat aku menulis puisi, ngeblog malam-malam tiba-tiba bilang "Gabung di komunitas menulis, gih. Biar makin semangat dan ada teman."
Kurasa iya juga. Selama ini temanku adalah operatorku, terkadang pelanggan. Tapi, ya, hanya sekedar berbincang di WM, ceritapun sambil lalu.
Suamiku yang senang sekali melihat aku menulis puisi, ngeblog malam-malam tiba-tiba bilang "Gabung di komunitas menulis, gih. Biar makin semangat dan ada teman."
Kurasa iya juga. Selama ini temanku adalah operatorku, terkadang pelanggan. Tapi, ya, hanya sekedar berbincang di WM, ceritapun sambil lalu.
Pucuk dicinta, ulam tiba. Salah seorang pelanggan WM yang ternyata saat itu menjabat sebagai ketua FLP Aceh, Riza Rahmi, mengabarkan akan ada rekruitmen setelah seminar yang akan mereka adakan. Jelas saja aku tertarik ikut. Jangan sampai mennunggu tahun depan, yang di depan mata memang harus dikejar terus. Bermodal tiket seminar Untold Story of Writers, aku mendaftarkan diri untuk mengikuti kelas menulis FLP Aceh. Berhubung pada saat angkatanku itu, salah satu syarat menjadi anggota adalah mengikuti kelas menulis selama 3 bulan.
Ternyata, bukan cuma aku yang yang berkategori ibu-ibu. Dikelompokku yang dibimbing oleh kak Mala (pentolan FLP Jepang), ada beberapa ibu lain dengan background bermacam-macam pula. Dosen ada, wiraswasta ada, IRT juga ada. Untunglah ada teman bersama dengan label tua. Secara rata-rata calon anggotanya masih kuliah.
Kesan pertama ketika mengikuti kelas menulis di FLP, aku jatuh hati pada Kak Mala. Bayangkan saja, dia instruktur, kami yang calon... kami yang belajar...kami yang butuh...tapi justru kak Mala hang selalu menyediakan pengisi perut disetiap pertemuan. Salut, kak Mala memang wanita baik hati dan ibu bijaksana menurutku.
Tiga bulan itu cepat ternyata. Selama tiga bulan itu, selain wajah kak Mala, wajah lain yang kukenal sebagai pengisi kelas adalah Anugerah Roby Syahputra. Ternyata si adik ini juga perantauan. Roby berasal dari kota yang sama dengan suamiku, yaitu sebuah kota kecil dan asri, kota kecil Binjai.
Akhirnya, aku dilantik menjadi anggota FLP. Sebelum masuk FLP sebenarnya, aku sedang dalam program indie publishing. Yaitu mengumpulkan semua karya puisiku ditambah cerpen untuk kujadikan buku dan bergabung dalam 99 writers dalam proyek Nulisbuku.com. Beberapa teman FLP membantuku dalam mensukseskan acara mini launching bukuu. Riza Rahmi bertindak sebagai pembicara, sedangkan Ibnu Syahri Ramadhan bertindak sebagai moderator.
Perkembangan menulisku terlihat jelas dari posting blog yang kutulis. Kalau sebelum masuk FLP, tulisanku masih banyak typo, tapi setelah bergabung dengan teman-teman FLP Aceh, aku mulai rajin memperbaiki tulisan typo dan sigkatan yang tak enak dipandang mata.
Aku, Riza Rahmi, kak Beby Haryanti Dewi (penulis Diary Dodol Seorang Istri), Syarifah Aini, dan kak Mulla kemalawati tergabung dalam tim divisi penerbitan 'Kamoe Publishing House." Pekerjaan kami adalah mencari karya para penulis dan menerbitkannya. untuk proyek tersemut, KPH mengambil tema ringan, yaitu 'Kejadian Konyol bersama Ibu.'
KPH membuka kesempatan kepada semua kalangan untuk mengirimkan karya mereka. Bukan hanya untuk anggota FLP, tapi juga umum. Hingga, yang mengirimkan karyapun sebahagian berasal dari penulis luar kota.
Inilah buku yang terangkum dari 17 kisah dari 17 penulis seluruh Indonesia
Kenanganku dengan FLP Aceh, bukan hanya diseputar kegiatan tulis-menullis, tapi rihlah dan beberapa kegiatan lain menancapkan kenangan tak hingga, bahkan, kuyakin masih akan kurindukan jika aku sudah tak berada di kota ini lagi.
Tinggal beberapa bulan lagi, Insya Allah aku akan meninggalkan kota ini, meninggalkan FLP Aceh, dan rangkum rekaman jejak yang pernah tertuai. Beranjak dari 2010 sampai pada 2014, riwayatku memang masih balita disini. tapi cintaku pada FLP Aceh sudah berumur. Semoga, suatu hari, setelah aku tak lagi disini, akan ada masa kita bertemu dengan membawa hasil karya masing-masing.
0 Komentar